2.1
Pengertian belajar menurut teori Behavioristik
Menurut teori behavioristik belajar
adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner,
1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon
(Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting
adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus
adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa
reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh
aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan
ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula
bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan
semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement;(3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement;(3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike,Watson,
Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para
tokoh aliran behavioristik.
Tokoh aliran behaviorisme
diantaranya adalah Ivan Petrovich Pavlov, Thorndike, Waston, Clark Hull, Edwin
Guthrie, dan Skiner.
1.
Edward LeeThorndike
Edward Lee Thorndike adalah seorang
pendidik dan sekaligus psikolog berkebangsaan Amerika. Edward awalnya melakukan
penelitian tentang prilaku binatang sebelum tertarik pada psikologi manusia dan
pertama kali mengadakan eksperimen hubungan stimulus dan respon dengan hewan
kucing melalui prosedur yang sistemati.(dalam Smith, 2010:75) .
Ekseperimennya yaitu:
a. Kucing yang lapar dimasukkan ke dalam kotak kerangkeng (puzzle box) yang
dilengkapi pembuka bila disentuh.
b. Di luar diletakkan daging. Kucing dalam kerangkang bergerak kesana
kemari mencari jalan keluar, tetapi gagal. Kucing terus melakukan usaha dan
gagal, keadaan ini berlangsung terus-menerus.
c. Tak lama kemudian kucing tanpa sengaja menekan tombol sehingga tanpa
sengaja pintu kotak kerangkeng terbuka dan kucing dapat memakan daging di
depannya.
Percobaan Thorndike tersebut
diulang-ulang dan pola gerakan kucing sama saja namun makin lama kucing dapat
membuka pintunya. Gerakan usahanya makin sedikit dan efisien. Pada kucing tadi
terlihat ada kemajuan-kemajuan tingkah lakunya. Dan akhirnya kucing dimasukkan
dalam box terus dpat menyentuh tombol pembuka (sekali usaha, sekali terbuka),
hingga pintu terbuka.
2.
Burrhus Frederic Skinner
Skinner dilahirkan pada 20 Mei 1904 di Susquehanna Pennylvania, Amerika
Serikat. Masa kanak-kanaknya dilalui dengan kehidupan yang penuh dengan
kehangatan namun, cukup ketat dan disiplin.meraih sarjana muda di Hamilton
Colladge, New York, dalam bidang sastra Inggris. Pada tahun 1928, Skinner mulai
memasuki kuliah psikologi di Universitas Harvard dengan mengkhususkan diri pada
bidang tingkah laku hewan dan meraih doktor pada tahun 1931.
Skinner merupakan seorang tokoh behavioris yang meyakini bahwa perilaku
individu dikontrol melalui proses operant conditioning dimana seseorang dapat
mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang
bijaksana dalam lingkungan yang relatif besar.
Menagement kelas menurut skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi
perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada
perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yang
tidak tepat. Operant Conditioningadalah suatu proses perilaku operant
(penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut
dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Menurut skinner – berdasarkan percobaanya terhadap tikus dan burung
merpati – unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah
penguatan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila
diberi penguatan ( penguatan positif dan penguatan negatif).
Bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan.
Sedangkan bentuk penguatan negatif adalah antara lain menunda atau tidak
memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan, atau menunjukkan perilaku tidak
senang.
Skinner tidak sependapat pada asumsi yang dikemukakan Guthrie bahwa
hukuman memegang peranan penting dalam proses pelajar. Hal tersebut dikarenakan
menurut skinner (dalam Budiningsih,2005:25-26) :
1. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat
sementara.
2. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi
bagian dari jiwa terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
3. Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah
dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman.
4 Hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang
kadangkala lebih buruk dari pada kesalahan pertama yang
diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif.
Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila
hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang akan muncul berbeda
dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus)
harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seseorang
siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja
melakukan kesalahan, maka hukumannya harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu
yang tidak mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan
malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki
kesalahnnya, maka inilah yang disebut penganut negatif. Lawan dari penganut
negatif adalah penguat positif (positive reinforcement). Keduanya
bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah bahwa penguat positif
itu ditambah, sedangkan penganut negatif adalah dikurangi untuk memperkuat
respon(dalam Budiningsih,2005:25-26).
3.
Edwin Ray Guthrie
Edwin Ray Guthrie adalah seorang penemu teori kontinguiti yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu
timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Guthrie juga
menggunakan variabel hubungan stimulus respon untuk menjelaskan terjadinya
proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah
situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan
hanya sekedar melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan
mencegah perolehan respon yang baru.
Teori guthrie ini mengatakan bahwa hubungan stimulus dan respon bersifat
sementara, oleh karenanya dalam kegiatan belajar, peserta didik perlu sesering
mungkin diberi stimulus agar hubungan stumulus dan respon bersifat lebih kuat
dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang
peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang
tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Salah asatu eksperimen Guthrie untuk mendukung teori kontiguitas adalah
percobaannya terhadap kucing yang dimasukkan ke dalam kotak puzle. Kemudian
kucing tersebut berusaha keluar. Kotak dilengkapai dengan alat yang bila
disentuh dapat membuka kotak puzle tersebut. Selain itu, kotak tersebut juga
dilengkapi dengan alat yang dapat merekam gerakan-gerakan kucing di dalam
kotak. Alat tersebut menunjukkan bahwa kucing telah belajar mengulang
gerakan-gerakan sama yang diasosiasikan dengan gerakan-gerakan sebelumnya
ketika dia dapat keluar dari kotak tersebut.
4.
Jhon Broadus Waston
Waston adalah seorang tokoh aliran behaviorisme yang datang
setelah Thorndike. Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus
dan respon, namun stimulus dan respo yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku
yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Dengan kata lain,
walupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang
selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang
tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental
dalam benak siswa itu penting. Namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah
seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati(dalam Budiningsih,2005:22).
Waston adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar
disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat
berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat diamati dan
diukur. Asumsinya bahwa, hanya dengan cara demikianlah maka akan dapat
diramalkan perubahan-perubahan apa yang bakal terjadi setelah seseorang
melakukan tindakan belajar. Para tokoh aliran behaviorisme cenderung untuk
tidak memperhatikan hal-hal yang tidak dapat diukur dan tidak dapat diamati,
seperti perubahan-perubahan mental yang terjadi ketika belajar, walaupun
demikian mereka tetap mengakui hal itu penting(dalam Budiningsih,2005:22).
5.
Clark Hull
Hull berpendirian bahwa tinkah laku itu berfungsi menjaga agar oranisasi
tetap bertahan hidup. Konsep sentral dalam teorinya berkisar pada kebutuhan
biologis dan pemuas kebutuhan, hal yang penting bagi kelangsungan hidup. Oleh
Hull, kebutuhan ddikonsepkan sebagai dorongan (drive) seperti lapar,
haus, tidur, hilangnya rasa nyeri, dan sebagainya. Stimulus yang disebut
stimulus dorongan dikaitkan dengan dorongan primer dan karena itu mendorong timbulnya
tigkah laku. Sebagai contoh, stimulus yang dikaitkan dengan rasa nyeri, seperti
bunyi alat pengebor gigi, dapat menimbulkan rasa takut, dan takut itu mendorong
timbulnya tingkah laku.
Teori Hull ini, memiliki
beberapa prinsip (Zalyana, 2010:126), yaitu:
a. Dorongan merupakan hal yang penting agar terjadi respon (siswa harus
memiliki keinginan untuk belajar).
b. Stimulus dan respon harus dapat diketahui oleh organisme agar pembiasaan
dapat terjadi (siswa harus mempunyai perhatian).
c. Respon harus dibuat agar terjadi pembiasaan (siswa harus aktif).
d. Pembiasaan hanya terjadi jika reinforcement dapat melalui kebutuhan
(belajar harus dapat memenuhi keinginan siswa).
Kelebihan dan Kekurangan dalam
Teori Pembelajaran Behaviorisme
a.
Kelebihan
Dalam teknik pembelajaran yang
merujuk ke teori behaviourisme terdapat beberapa kelebihan (dalam Kamalfachri:2010) di antaranya :
1. Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi
belajar.
2. Metode behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang
menbutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti:
kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan, dan sebagainya.
3. Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar
mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada guru yang
bersangkutan.
4. Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominansi peran orang dewasa , suka mengulangi dan harus dibiasakan
, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti
diberi permen atau pujian
b.
kekurangan.
Dalam teknik pembelajaran yang merujuk ke teori
behaviourisme terdapat beberapa kelemahan
(Zalyana, 2010:27-128)di antaranya :
1. Memandang belajar sebagai kegiatan yang dialami langsung, padahal
belajar adalah kegiatan yang ada dalam sistem syaraf manusia yang tidak
terlihat kecuali melalu gejalanya.
2. Proses belajar dipandang bersifat otomatis-mekanis sehingga terkesan
seperti mesin atau robot, padahal manusia mempunyai kemampuan self control yang
bersifat kognitif, sehingga, dengan kemampuan ini, manusia mampu menolak
kebiasaan yang tidak sesuai dengan dirinya.
3. Proses belajar manusia yang dianalogikan dengan hewan sangat sulit
diterima, mengingat ada perbedaan yang cukup mencolok antara hewan dan manusia.
2.2
Prinsip – prinsip belajar menurut teori belajar Behavioristik
Prinsip
– prinsip belajar menurut teori belajar Behavioristik yaitu (dalam Muhibbin:2003)
:
1. Memodifikasi
tingkah laku melalui pemberian penguatan; Agar klien terdorong untuk merubah
tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup kuat dan
dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku
klien.
2. Mengurangi
frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan;
3. Memberikan
penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terham-batnya
kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan;
4. Mengkondisikan
pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau model (film, tape recorder,
atau contoh nyata langsung);
5. Merencanakan
prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan dengan
sistem kontrak.
2.3
Penerapan teori belajar Behavioristik dalam pembelajaran
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat
materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran
yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori
behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak
berubah.
Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga
belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar.
Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah
ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna
yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik
struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman
yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh
pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid. Teori behavioristik
ini lebih menekankan pada hasil yang dicapai dan proses yang dilakukan.
Dalam teori
ini, segala tingkah laku manusia menjadi suatu prilaku berbahsa yang menjadi
manifestasi stimulus dan respon yang dilakukan terus-menerus menjadi suatu
kebiasaan. Berdasarkan teori ini, pembelajaran bahasa dilakukan dengan
mendahulukan pengenalan keterampilan mendengar dan berbicara daripada
keterampilan lainnya, pemberian latihan-latihan dan penggunaan bahasa secara
aktif dan terus menerus, penciptaan lingkungan berbahasa yang kondusif,
penggunaan media pembelajaran yang memungkinkan siswa mendengar dan berinteraksi
dengan penutur asli, pembiasaan motivasi sehingga berbahsa asing menjadi sebuah
prilaku kebiasaan (dalam Fachrurrazi,2010:38)
Kritik terhadap behavioristik adalah
pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifaat mekanistik, dan hanya
berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak
berdasar karena penggunaan teori behavioristik mempunyai persyaratan tertentu
sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa
memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan
kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik. Metode
behavioristik ini sangat cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan,
suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi
permen atau pujian.
Penerapan teori behaviroristik yang salah
dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses
pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai
central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan
menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif , perlu
motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru.
Murid hanya mendengarkan denga tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman
yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang
paling efektif untuk menertibkan siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar